Pertemuan Simpus minggu kemarin membawa kisah dan pemahaman tersendiri tentang Simpus yang saya kembangkan. Kalau dulu saya sempat bercerita jengkelnya hati ketika ada yang minta ijin buat meniru output-output Simpus (untuk proyek Simpus, lucunya rekanan yang menang gak punya pengalaman dengan Simpus tapi bisa dapat order Simpus se-kabupaten), sekarang saya ketemu lagi kenyataan ternyata Simpus sudah ditiru tanpa lebih dulu memberitahu sebelumnya. Hanya saja untuk kali ini entah kenapa saya bisa gak jengkel, gak marah, gak sebel, malah akhirnya ada perasaan senang, bangga (boleh to bangga??) dan bahkan akhirnya terharu, sampai meneteskan air mata (hehehe…kalau ini keliatan banget boongnya)..
Seperti saya tulis di cerita sebelumnya, saya menemukan kembaran Simpus saya ketika ada evaluasi uji coba Simpus se Propinsi Kalimantan Selatan di Bapelkes Dinkes Propinsi Kalsel Banjarbaru. Kebetulan masing-masing kabupaten mengirimkan perwakilan puskesmas dan dinas kesehatan. Hanya Kabupaten Tanah Laut dan Kota Banjarbaru yang semua puskesmasnya diundang untuk hadir karena diharapkan tahun depan kedua dinas kesehatan itu sudah menerapkan Simpus secara utuh di semua puskesmas.
Malam kedua pelatihan, ketika beberapa peserta menginginkan pelatihan non formil tentang simpus secara santai, disitulah saya melihat Simpus dari salah satu kabupaten di Kalsel, Kab. Barito Kuala. Dinkes Kab. Batola ini, sebelumnya saya memang mendengar telah mengembangkan Simpusnya sendiri. Kabar sebelumnya, setelah studi banding di salah satu kabupaten di Jawa Timur, DKK Batola berniat menerapkan sistem dari Jatim itu di wilayah kerjanya. Eh ternyata malam itu yang saya temukan adalah, mereka mengembangkan Simpus single user saya menjadi multi user. Memang peserta dari Batola kemudian bercerita banyak yang kemudian membuat saya senang, bangga dan terharu itu.. Ceritanya gini:
Setelah Dinkes Batola pulang dari studi banding, ada satu staf (entah kasubdin atau apa saya lupa) yang sangat bersemangat membuat sistem pelaporan puskesmas itu. Kebetulan Batola sendiri sedang giat mengembangkan jaringan WAN di wilayahnya dan menurut beliau, jaringan ini sudah sangat maju dan sangat membantu proses transfer data. Merasa bisa dan mampu, akhirnya usulan pengembangan simpus itu disetujui dan langsung dilaksanakan. Beliau-beliau langsung melakukan langkah-langkah awal pengembangan termasuk mencari pengembang software. Kalau tidak salah programernya ini adalah seorang dosen di Banjarmasin. Setelah proses pembuatan selesai, kemudian sekarang Simpus itu telah di uji coba di salah satu puskesmas. Hasilnya? so far so good, kecuali beberapa output yg blm sesuai…
Nah ketika Staf tersebut mulai membuka laptop simpusnya, kagetlah penulis, ternyata tampilan input, tampilan menu, tampilan data, bisa dikatakan sama persis dengan Simpus saya yang masih single user. perbedaannya, SimpusBaku sudah bersifat multiuser, dan tampilannya lebih bagus, ada grafik yang lebih warna-warni hehe.. perbedaan lain, belum ada pemetaan, maklum Simpus yang dulu dibagi memang belum ada peta, jadi mungkin belum ada yang ditiru (mungkin sih hehe…). Wakil Batola juga mengakui kalau memang Simpusbaku mirip Simpus saya..
Di awal saya melihat program itu, sempat memang terbersit rasa jengkel, sebel, dan sedikit marah, kenapa orang dengan gampangnya niru hasil karya orang lain, tanpa ‘kulo nuwun’ terlebih dahulu. Dah gitu foto saya gak dipasang lagi hehe (maap narsis nya keluar…hehe). Programernya, Dosen (eh ini katanya juga, saya juga belum kenalan dengan beliau) harusnya juga tau gimana etika kalau mau menyadur, mengutip atau menulis hasil karya orang lain, itu baru berupa tulisan atau karya tulis.. lha ini ?? program sudah jadi kok tanpa ba bi bu langsung ditiru. Meskipun juga kurang adil juga sih, programer kan kadang cuma seperti tukang, disuruh saja sama yang pesan. Sempat jengkel juga sama bapak yang punya ide itu, apa mungkin beliau yang lebih layak untuk disalahkan (kalau memang salah loh..), kok ya asal ngasih program orang lain buat dikerjain lagi sama orang lain, tanpa ijin dan permisi orang lain tersebut, dan orang lain itu tidak minta ijin pada orang lain terdahulu hehe… bingung ya ??
Nah entah kenapa, mungkin ingat beberapa masukkan teman ketika simpus saya ada yg mau meniru, saya kok tau-tau merasa seperti apa yang saya rasakan di atas. Jengkel, sebel, kok tiba-tiba saja bisa berubah Senang, bangga, dan terharu… bahkan terus terang sekarang saya merasa salut dengan apa yang telah dilakukan Dinkes Batola. Kok bisa ?? mungkin itu ya yang dinamakan pencerahan, pemahaman baru atas sesuatu yang mungkin tidak pas di benak kita, tapi hikmahnya ada dan luar biasa. Saya saat itu cuma mencoba berpikir positif saja. Tapi paling tidak ada beberapa hal yang bisa saya petik dari sini..
pertama.. saya senang, karena ada yang meniru Simpus(Jojok) berarti isi dari program saya memang bisa diterima puskesmas atau dinas kesehatan. Baik variabelnya, metode inputnya, keluaran atau outputnya, pasti bisa dimanfaatkan oleh puskesmas atau dinas. Saya merasa, Dinkes Batola sebagai salah satu dinas kesehatan kabupaten di Kalsel berarti sangat mendukung Simpus(Jojok) diaplikasikan di Kalsel, karena ke depan, integrasi data menjadi lebih mudah.. 🙂 coba kalau Dinkes Batola memakai Simpus yang lain, jangan-jangan itu menjadi awal dari masalah lagi. Paling tidak dari cerita staf Dinkes Batola kemarin, saya merasakan semangat lebih dari Dinkes untuk memajukan puskesmas disana.
kedua.. saya bangga, ternyata sudah ada yang bisa mengembangkan Simpus saya selangkah lebih maju.. Simpus saya memang Jadul, se jadul orangnya..nah dengan adanya pak Dosen yang membantu mrogram, saya gak repot-repot lagi recoding Simpus menjadi Multi User (terima kasih pak…) dan saya gak usah mbayari beliau untuk mengerjakan itu hehe … gratis tissssssssss… meskipun saya gak ada hak cipta dan hak atas kekayaan intelektual sedikitpun untuk itu… ( tapi mohon mahasiswanya jangan boleh niru ya pak. Teman saya, Albert, salah satu team programer Simpus Multiuser saya, pernah nerima pesanan untuk membuatkan skripsi, tapi ditolak mentah-mentah).
ketiga.. terharu, gak sia-sia saya bertahun-tahun keliling puskesmas, nyari masukkan input apa yg bisa memudahkan mereka, output apa yang diharapkan, metode apa yg pas untuk puskesmas dengan kondisi pas-pasan. dan sekarang ketika ada daerah ikut memakai hasil saya mengukur jalanan. Berarti mereka cocok dengan apa yang saya temukan. Paling tidak mereka gak perlu repot-repot naik motor ratusan kilo sehari mendatangi puskesmas, gak repot nanyain puluhan dokter puskesmas, gak perlu ngecengin dokter PTT dan mbak-mbak perawat (kalau yang ini sih asik asik saja), tidak sampai diomelin petugas pelaporan dan obat kalau ada yang kurang cocok, diprenguti orang puskesmas yang merasa dapat kerja tambahan, dan lebih untung lagi gak perlu seperti saya jungkir balik plus patah tangan hasil tabrakkan dengan si Mio sialan dulu di Nanggulan hehe…
Itulah saudara-saudara sedikit cerita tersisa dari evaluasi kemarin. yang jelas, ada yang perlu saya sampaikan :
Untuk Dinkes Batola.. Maaf saya sengaja tidak menyebut inisial, karena sekali lagi saya salut untuk inisiatif yang telah dilakukan, dan saya bisa memahami langkah team Simpus Batola. Maju terus untuk mengembangkan Simpus, satu saat saya ingin sekali berdiskusi dengan Team Simpus Batola untuk bersama-sama mengembangkan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi puskesmas. Saya mendengar dari cerita staf yang dikirim kemarin bahwa semangat dinas sangat luar biasa untuk Simpus ini, dan saya ikut senang mendengarnya. Apapun yang terbaik buat puskesmas, semoga terus menerus dilakukan. (Tapi besok beritahu dulu ya pak jadi saya gak kaget lagi… )
Untuk Programernya, ada sedikit salam perkenalan dan masukan buat output yang belum pas kemarin.
– terima kasih atas peran serta anda secara tidak langsung mengembangkan Simpus Multi User. Harapan saya usaha ini tidak berhenti sebatas kegiatan ini saja. Masih banyak modul-modul lain yang butuh dikembangkan bersama-sama.
– saya kemarin janji ke staf Batola untuk memberi masukkan tentang 10 besar penyakit di Simpusbaku, mungkin bisa ditambahkan sedikit filter supaya penyakit yang field LB1nya = false gak ikut dihitung, sehingga Kunjungan K1, KB Pil, Pemeriksaan Haji, Cabut gigi dan teman-temannya itu gak masuk 10 besar penyakit. (Saya gak bisa membayangkan kalau di daerah…… yang di kliniknya tersedia kondom gratis, peringkat berapa nanti KB Kondom nya..hehe)
– untuk pemetaan, anda bisa memakai software lain seperti EpiMap (atau apa MapInfo ya ??), kalau memakai cara akal-akalan programer jadul seperti saya, anda bisa memakai TImages, terus manfaatkan saja fungsi FloodFill untuk manipulasi warnanya, setelah terlebih dahulu melihat koordinat area nya.. saya dulu dua hari gak nyenyak tidur buat mikir otak-atik itu.. gampang, tapi bisa laku dijual hehehe.
O iya.. maaf, bukan berarti saya mulai sekarang mengijinkan Simpus saya dibedah dan ditiru begitu saja oleh daerah lain hehe… berkomitmenlah dulu untuk kemajuan puskesmas seperti yang dilakukan Dinkes Batola sebelum mulai melakukan itu.
Sekian..
Filed under: Dinas Kesehatan, Perjalanan, Simpus, Uncategorized | Tagged: Pengembangan Simpus, Simpus, Simpus Multi user, Simpusbaku | 27 Comments »