Merger Puskesmas ?

SOTK yang baru sepertinya juga membawa masalah yang baru buat saya. Ketika mampir ke Puskesmas Tawangsari I, Kabupaten Sukoharjo, setelah mengembalikan data di Puskesmas Nguntoronadi II, Kabupaten Wonogiri, saya langsung ketemu masalah yang cukup bikin puyeng. Kepala Puskesmas dr. Bambang, beserta beberapa stafnya menemui dan bercerita kalau sudah ada merger untuk puskesmas dalam satu wilayah kecamatan.
Sebenarnya proses merger tidak bakal membuat kesulitan yang cukup berarti, dalam lingkungan non teknis. Sayang sekali, data-data Simpus yang telah berjalan beberapa tahun di masing-masing puskesmas harus digabung supaya Simpus bisa tetap menjadi Sistem Informasi dalam satu lingkup puskesmas.
Beberapa masalah yang bakal timbul antara lain :

  1. Kode Puskesmas, ini bukan hal yang sulit. Puskesmas yang bernasib ‘malang’ hanya perlu ganti kode sesuai puskesmas tempat bergabung, kemudian Simpus harus diganti dengan Simpustu.
  2. Kode Wilayah, ini agak sulit. Kode ’01’ di puskesmas A isinya lain dengan kode ’01’ di puskesmas B, meskipun kalau dikirim ke dinas kesehatan melalui Simpus masing-masing data desa itu akan tetap terpisah. Yang menjadi masalah, puskesmas menghendaki data jadi satu, tidak terpisah di dua Simpus. Kode Wilayah harus kembali di create.
  3. Kode Petugas, ini juga agak sulit. Kasusnya hampir sama dengan Kode Wilayah, sepertinya harus ada puskesmas atau kode petugas yang rela ganti kode setelah digabung. Data kunjungan di puskesmas lama harus diganti sesuai kode yang baru. Untuk masalah kode ini harus saya kembangkan tambahan fungsi kecil untuk prosedur ganti kode.
  4. Pemetaan, ini yang sulit lagi. Setting peta harus kembali disesuaikan dengan wilayah kerja yang baru. Beberapa puskesmas masih belum utuh petanya, sebenarnya bisa jadi momen untuk melengkapi peta wilayah.
  5. (Updated…tadi pagi lupa saya tulis)No Index Pasien. Ini nih yang paling susah. Saya membayangkan bagaimana nanti memboyong ribuan lembar Rekam Medis Pasien, atau Kartu Rawat Jalan, dari puskesmas kedua ke puskesmas kesatu, kemudian jelas harus dirubah Nomer Indexnya. Ide sudah ada tapi sepertinya butuh waktu yang lama. Untuk melakukan pemutihan nomer indeks lagi, sepertinya puskesmas agak keberatan.
  6. Simpus Terpadu Dinas Kesehatan, semua data dasar harus kembali dibenahi dan disesuaikan.

Membayangkan ada 22 puskesmas di Sukoharjo yang sekarang tinggal 12 puskesmas, sepertinya pekerjaan bakal menjadi cukup berat. Proses migrasi data membutuhkan waktu beberapa waktu, paling tidak 2-3 puskesmas bisa dilakukan setiap hari. Yang belum saya tahu sekarang adalah bagaimana kesepakatan dengan puskesmas, bagaimana data yang telah ada, pengkodean yang baru, serta prosedur dan alur data di lapangan. Puskesmas pun harus mulai dari awal lagi untuk terbiasa dengan kode yang baru.

Terus terang saya tidak mengerti pertimbangan digabungnya puskesmas-puskesmas yang ada. Mungkin memang untuk lebih memudahkan dalam organisasi atau manajemen kesehatan. Barangkali ada rekan yang bisa memberi tahu.

Puskesmas Kota Mungkid, nyelempit…

Sabtu minggu kemarin, 24 Januari 2009, salah satu kegiatan selain pengenalan Simpus Online di Kota Magelang, adalah mengunjungi Puskesmas Kota Mungkid, Kabupaten Magelang. Acaranya seperti biasa adalah pelatihan untuk bu bidan di puskesmas, untuk mulai mengenal dan menggunakan Simpus KIA dalam pengelolaan data KIA.

Puskesmas Mungkid, terletak di dekat Candi Borobudur dan Candi Mendut, dengan wilayah kerja yang cukup unik. Mungkin inilah satu-satunya puskesmas yang mempunyai wilayah kerja di dua kecamatan yang berbeda. Puskesmas sendiri berlokasi di wilayah kecamatan Mertoyudan, sementara wilayah kerjanya adalah 2 desa dari Kecamatan Mungkid, yaitu desa Mendut dan Sawitan, serta dua desa dari Kecamatan Mertoyudan sendiri yaitu Deyangan dan Pasuruhan. Entah apa dulu pertimbangan dari yang berwenang menentukan wilayah kerja puskesmas ini, sehingga Puskesmas bisa menginvasi Kecamatan Mungkid. Paling tidak Puskesmas Kota Mungkid mungkin satu-satunya puskesmas yang bisa ikut rapat dengan dua pak camat sekaligus 🙂

Untuk mencari puskesmas ini, mungkin dulu agak sedikit sulit karena letaknya yang nyelempit (maaf tidak tahu bahasa Indonesia yang baik dan benar dari kata nyelempit… mohon bantuannya). Saya pernah bolak-balik di jalan besar depan gang masuk ke puskesmas ketika pertama kali mulai menjalankan Simpus di Kabupaten Magelang. Yang jelas bapak atau ibu atau saudara yang baru pertama kali kesana harus rajin-rajin bertanya.

Sebagai salah satu puskesmas di Kabupaten Magelang, Simpus sudah lama berjalan di puskesmas ini, dengan hanya menggunakan format satu komputer di loket untuk Simpustu, serta satu komputer utama untuk Simpus. Rencana untuk membangun jaringan belum berjalan, meskipun tahun ini puskesmas Kota Mungkid termasuk puskesmas yang mendapat menara untuk jaringan wifi antar puskesmas-dinas.

Beberapa foto dari Puskesmas Mungkid.

Puskesmas Kota Mungkid tampak depan.

Puskesmas Kota Mungkid tampak depan.

Suasana puskesmas ketika siang hari. Sehari-hari sebenarnya puskesmas ini cukup ramai.

Menunggu...mbok ya sambil mbaca-mbaca mBah ...

Menunggu...mbok ya sambil mbaca-mbaca mBah ... menambah informasi

Di ruang tunggu, disediakan bacaan untuk mengisi waktu. Beberapa majalah dan surat kabar sudah tersedia, meskipun jangan kaget kalau beritanya sudah beberapa minggu yang lalu… 🙂

Loket pendaftaran, biar sempit tapi sudah ada komputernya.

Loket pendaftaran, biar sempit tapi sudah ada komputernya.

Loket Pendaftaran memang lumayan sempit. Meskipun demikian pelayanan sudah menggunakan komputer. Untuk mengupload data, digunakan kabel LAN. Komputer utama terletak di lantai 2 gedung puskesmas.

Genset...sudah tersedia.

Genset...sudah tersedia.

Listrik mati bukan halangan. Genset sudah tersedia. Siap untuk Simpus Online yang mengharuskan listrik terus menerus selama pelayanan ke pasien. Kalau tidak salah, hampir semua puskesmas di Kabupaten memiliki genset.

Mbak Retno, pengelola Simpus

Mbak Retno, pengelola Simpus

Mbak Retno, beliau adalah pengelola Simpus di Puskesmas Kota Mungkid. Tugas beliau terbaru adalah mendampingi bu Bidan untuk mulai menjalankan Simpus KIA tahap pertama.

dr. Adhi, dari Puskesmas Selogiri, Wonogiri, rajin sekali…

Utang cap stempel untuk DKK Wonogiri memaksa saya kembali ke Wonogiri. Biasa, masalah administrasi meskipun keliatannya sepele kadang bisa jadi masalah besar. Istirahat semalam setelah hari Kamis-Jumat jalan-jalan ke Grobogan dan Demak, Sabtu pagi 17 Januari 2009 saya pun berangkat lagi ke Wonogiri. Sungguh kebetulan sehari sebelum berangkat, dr. Adhi Dharma, salah satu dokter di Wonogiri menelpon untuk konfirmasi masalah Simpus KIA yang baru saja beliau coba. Kebetulan lagi sudah lama saya berniat ketemu beliau untuk belajar tentang masalah-masalah teknis non teknis yang berkaitan dengan Simpus. Sekarang, dr. Adhi adalah Kepala Puskesmas di Puskesmas Selogiri.

Puskesmas Selogiri dari depan

Puskesmas Selogiri dari depan

Letak Puskesmas Selogiri sedikit agak masuk dari jalan raya Solo-Wonogiri. Bagi anda yang kebetulan mau ke Wonogiri dari arah Solo, pasti akan menemui Kecamatan Selogiri, menjelang masuk kota Wonogiri. Di pinggir jalan terdapat bangunan mirip candi. Dari bangunan itu masuk ke arah kanan kurang lebih 500 m, anda sudah bertemu dengan bangunan puskesmas.

Pojok pelayanan informasi dan kasir di Puskesmas Selogiri

Pojok pelayanan informasi dan kasir di Puskesmas Selogiri

Saya kenal dr. Adhi Dharma beberapa tahun yang lalu, ketika beliau masih bertugas di Puskesmas Wonogiri II. Puskesmas Wonogiri II yang pertama kali mengimplementasikan Simpus di Wonogiri. Kesan pertama, saya kagum karena beliau dokter, muda, sigap, sibuk tapi sangat rajin utak atik komputer. Rasa pingin tahunya sangat besar terhadap Simpus yang saya kembangkan. Kalau tidak salah beliau sampai minta source code yang saya buat hehe. Di awal saya mengembangkan Simpus, dr. Adhi salah satu dokter yang paling banyak kontak dan bertanya tentang program aplikasi puskesmas ini. Mungkin itu salah satu akibat hobi beliau yang suka naik gunung (apa hubungannya ya ? hehe…)

Gaya dr. Adhi Dharma kalau sedang telepon hehe..

Gaya dr. Adhi Dharma kalau sedang telepon hehe..

Selain itu dari hasil buka-buka Simpus dan melihat cara implementasinya yang single user, beliau lah yang kemudian menyarankan untuk membuat Simpus Bantu alias Simpustu supaya Loket dan juga staf puskesmas lain bisa bersama-sama melakukan entry data. Dan dengan Simpustu inilah ratusan puskemas pengguna Simpus bisa ikut merasakan kemudahan implementasi Simpus(nya Jojok). Dari awal pula beliau termasuk yang ‘mengejar-ngejar‘ saya supaya mengembangkan Simpus yang online di setiap ruangan. Hal yang baru bisa saya penuhi bersama team baru Simpus beberapa bulan terakhir ini.

Saya bisa bilang beliau rajin, karena sangat membantu dalam implementasi Simpus di seluruh Kabupaten Wonogiri. Dengan inisiatif sendiri beliau sering mengundang pelatihan pengelola Simpus untuk lebih mengoptimalkan penggunaan Simpus di seluruh puskesmas. Misalnya dengan mengajari bagaimana mengeluarkan data-data penting, membuat grafik-grafik penting, menangkap tampilan untuk kemudian dijadikan profil puskesmas, bahkan sampai tahap mengkonversi data yang ada dalam Simpus untuk kemudian diolah dengan menggunakan Ms Access ataupun MS Excel. Sungguh saya merasa sangat terbantu oleh beliau. Dr. Adhi pula yang sering pula mengingatkan kalau ada beberapa bugs atau kesalahan yang muncul dari Simpus. Bahkan saking rajinnya, beliau membuat sendiri pemetaan untuk puskesmas Selogiri, tanpa perlu pesan ke programernya hehe. Dan hasilnya, jujur saja lebih enak dilihat daripada saya yang membuat. (tidak saya sarankan yang lain mengikuti yang ini…).

Contoh lain kerajinan beliau, ketika kemarin saya sowan ke puskesmas, beliau sedang asyik membuat alternatif entry data untuk modul KIA yang saya buat. Menurut pak Adhi seharusnya ada model entry data dan juga variabel-variabel yang bisa ditambahkan. Beliau mencoba membuat dengan MS Excel yang sekarang lumayan dikuasai banyak bidan desa. Dan saya pun dengan senang hati menerima masukkan baru ini. Itung-itung ada tambahan konsultan ahli, free lagi hehehe…

Di Puskesmas Selogiri, Simpus sudah berjalan dengan lancar. Petugas loket, menurut dr. Adhi, sudah sampai tahap ketergantungan terhadap Simpustu. Listrik mati dan komputer bermasalah sudah bisa membuat petugas nggedumel karena terganggu pekerjaanya. O iya, beliau juga membuat Tim Simpus tingkat puskesmas, yang bertugas mengimplementasikan dan menjalankan Simpus. Contoh format Surat Keputusan tentang Team Simpus akan saya upload kan di kotak biru sebelah kanan bawah setelah mendapat ijin dari beliau.

Loket Puskesmas Selogiri

Loket Puskesmas Selogiri

Satu hal yang berkesan buat saya. Setelah dulu saya bertemu dan ngobrol dengan beliau beberapa kali, setelah melihat etos kerja dan semangat beliau di puskesmas, entah kenapa saya sudah mempunyai keyakinan, ramalan dan feeling (niru Mamah Lorenz boleh toh hehe..untuk ramalan yang lain silahkan ketik reg mama … ) bahwa satu saat pasti beliau bakal mendapat gelar dokter teladan. Entah waktu itu saya yakin seyakin-yakinnya. Eh tak tahunya tahun kemarin benar-benar feeling saya terjadi. Beliau terpilih menjadi dokter teladan 2008 untuk Propinsi Jawa Tengah. Laptop hadiah dari Bu Menteri pun didapat. (Semoga Bu Menteri juga tahu kalau engsel laptop saya patah hehe…)

Laptop dari Bu Menteri.

Laptop dari Bu Menteri.

O iya, sekedar informasi supaya tidak salah tafsir. Beliau jadi dokter teladan bukan karena Simpus. Meskipun saya berharap hal itu diteladani oleh dokter dan kepala puskesmas yang lain (hehehe…numpang promo boleh dongggg…). Kalau tidak salah kriteria penilaian dokter teladan itu sangat banyak. Tentunya juga berdasarkan kinerja pelaksanaan program-program yang ada di puskesmas. Ada beberapa program yang telah dilakukan beliau selama menjadi Kepala Puskesmas, tapi sebenarnya akan sangat-sangat lebih tepat banget sekali, kalau beliau sendiri yang menceritakan sendiri program-program unggulan Puskesmas Selogiri melalui blog yang (sayangnya) beliau belum punya. Sayang sekali ya, Pak Dokter rajin komputer dan pinter internet yang satu ini kok ya belum punya blog… (Monggo pak, jangan ketinggalan sama dokter dan puskesmas yang lain). Laptop dari bu Menteri bisa lebih dimanfaatkan… Saya yakin seyakin-yakinnya untuk membuat blog beliau tidak perlu mengundang saya.

Oalahhhhh Ag… eh … Proyekkk proyekkkkkkkkkk…!!

Hari ini tadi jalan-jalan menengok dua puskesmas hasil renovasi di satu daerah. Kebetulan saja pas habis ada pemugaran dan siap untuk di operasikan. Dua-duanya sudah selesai tahap akhir. Megah, dua lantai, warna meriah…sayang seperti biasa tidak ada gedung yang tak retak 🙂

Gedung puskesmas pertama, ada satu ruangan tidak dipasang keramik, aula pertemuan kalau tidak salah. Alasan pemborong, dananya sudah habis… oalahhhh pakkk… lha gimana dengan RAB dulu ya…dengan anggaran yang cukup besar mestinya bisalah nambal sedikit ruangan itu. Ibu Y, pengelola Simpus lalu mengajak menengok gedung baru untuk mengukur kabel-kabel jaringan untuk Simpus besok.
Gedung kedua, gak kalah megah, di lereng suatu gunung, menghadap pemandangan indah kota X di depan sana, pas tadi sedang dipasang korden-korden untuk persiapan peresmian. Pas datang di puskesmas itu, langsung ketemu Bu Kepala Puskesmas (Kapus), pak Dokter, dan beberapa staf yang sedang mengecek kondisi gedung. Diajak berkeliling lagi, sambil nunjukkin beberapa masalah kecil. Puskesmas ini, eh belum apa-apa sudah ada yang bocor, gentengnya, kata pak dokter dipatahkan dengan tangan saja sudah patah. Garapan kayu pintu dan jendelanya bukan main, seperti garapan anak SMK lagi praktek menghaluskan kayu… Warna puskesmas juga lebih berani. Bu Kapus hanya sedikit merengut waktu saya bilang.. “Ini puskesmas atau play group ya, warnanya meriah sekali …”. Hehehe … untung semua keramik sudah dipasang. Kemudian sambil mengajak saya berkeliling, Bu Kapus mulai bercerita tentang rencana-rencana perubahan yang bakal dilakukan. Mau mbongkar ini, mau njebol itu, mau nambah disana, dan seterusnya. Saya hanya bisa heran, masak baru mau akan segera di resmikan sudah ada persiapan untuk memugar lagi hehe.. Bu Kapus bilang biar nanti sesuai dengan alur dan memudahan pelayanan terhadap pasien. Seperti biasa saya hanya manggut-manggut.

Satu lagi, Bu Kapus bercerita kalau di awal pembangunan, sebenarnya sudah ada team pengawas independen yang mengawasi pembangunan, bahkan dengan (menurut beliau) berapi-api bilang, pembangunan harus sesuai dengan bestek dan rancangan. Sayang, pengawas hanya hadir di awal proyek untuk kemudian menghilang entah kemana.

Tapi gimanapun senang juga melihat gedung baru yang siap untuk digunakan melayani masyarakat. Menurut saya sih, gedungnya bagus. Kekurangan sana situ tentunya masih bisa ditolerir (dari kacamata pemborong tentunya), toh masih ada masa pemeliharaan. Dan yang bikin bahagia, dua-duanya sudah menyiapkan satu ruangan khusus Simpus … 😀

Sippppppppp … majulah puskesmasku dengan gedung yang baru.

Kembali ke Banjarbaru

Senen siang, kembali saya ke Banjarbaru. Kali ini acara meneruskan kegiatan kemarin yang sempat ‘kekurangan’ waktu hehe.. Pak Syafril minta mulai dilakukan validasi kode-kode dan kesepakatan tentang data dasar yang akan digunakan. Sekaligus juga untuk mulai memasang pemetaan di komputer Dinas Tanah Laut dan Hulu Sungai Tengah yang sudah selesai dikerjakan. Herannya, kedatangan kali ini juga diikuti radang tenggorokkan lagi… Sakit yang kemarin dah ilang kok tau-tau nongol lagi..alamat siap-siap kehabisan suara kalau telat minum obat. Sayang rencana acara dibarengkan dengan pelatihan ke Pelaihari sepertinya susah diwujudkan, waktunya terlalu mepet.

Untuk Pemetaan, sudah diselesaikan dan disampaikan peta ke Tanah Laut dan Hulu Sungai Tengah. Pemetaan mendatang adalah Banjarbaru dan menyusul pemetaan untuk tingkat propinsi. Mudah-mudahan di tahun ini pada waktu advokasi sudah bisa ditunjukkan alur pelaporan dari puskesmas-dinas kesehatan kabupaten/kota-dinas kesehatan propinsi, lengkap dengan pemetaan di masing-masing tingkat organisasi.

O iya, ini adalah contoh pemetaan untuk Software Simpus Terpadu di tingkat Dinas Kesehatan Tanah Laut. Unit terkecil pengamatan penyebaran penyakit adalah desa atau kelurahan. Pemetaan di tingkat Dinas Kesehatan ini akan langsung otomatis muncul setiap proses pelaporan dari puskesmas menggunakan pengiriman data elektronik selesai dilakukan.

Pemetaan Wilayah kerja Dinkes Tanah Laut

Pemetaan Wilayah kerja Dinkes Tanah Laut

Dua hari pertemuan kembali membawa masukkan bagaimana saya lebih dalam menghadapi kendala implementasi Simpus, tidak cuma di level puskesmas, tapi masuk dalam level yang lebih tinggi.. propinsi.

Masalah yang terbesar justru ada di masalah birokrasi, manajemen atau organisasi yang sudah ada di dinas kesehatan. Dari masalah birokrasi misalnya, hampir semua dinas kesehatan belum bisa memutuskan apakah Simpus bisa/sanggup diaplikasikan. Memang menjadi masalah utama, sebenarnya siapa yang harus ketuk palu untuk menentukan bahwa sistem ini dipakai sebagai satu-satunya pencatatan kunjungan di puskesmas. Dinkes Propinsi dan Dinkes Kabupaten Kota sepertinya belum duduk bersama. Beberapa peserta juga mengeluhkan hal yang sama, karena belum adanya payung hukum yang pasti tentang implementasi Simpus ini. Peserta bahkan ada yang mengusulkan untuk mengundang semua kadinkes dan kapus se-Kalsel untuk diperkenalkan dengan Simpus, sehingga proses kesepakatan bisa berjalan lebih lancar. Memang menurut Pak Syafril, tahapan sekarang adalah tahapan memperkenalkan Simpus ke semua perwakilan Kabupaten/Kota di Kalsel sebelum nanti diadakan advokasi ke seluruh pengambil kebijakan di Kalsel tentang implementasi Simpus.

Terus terang saya jadi ingat dengan cerita dr. Syururi, mantan Kadinkes Purworejo, sewaktu beliau mulai mengembangkan SIK Purworejo. Pada satu pertemuan di Ngawi, beliau bercerita kepada saya tahap-tahap pertama beliau mengembangkan SIK. Bukannya sibuk mencari proyek sana sini, tapi beliau mengembangkan terlebih dahulu, dengan dana yang seadanya, uji coba, evaluasi, menunjukkan kalau sistem bisa berjalan ada hasil, baru kemudian mengadakan advokasi ke Pemda untuk pengembangan lanjutan. Beliau menekankan, bahwa yang paling penting semua harus diawali dengan KOMITMEN. Ya… komitmen dengan huruf besar. Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Dinkes Ngawi.

Pada pertemuan ini juga dimanfaatkan untuk menunjukkan Simpus KIA, serta konsep sistem informasi KIA, dimana konsep yang ingin dikembangkan adalah konsep informasi, bukan konsep pelaporan. Memang sangat susah untuk merubah cara pandang dari semua pihak, karena memang konsep informasi adalah mulai dari pembenahan data yang paling mendasar, paling mentah, baru menyusul pengolahan dan pemanfaatan data. Sementara yang berlaku sekarang kebanyakan justru permintaan bagaimana laporan yang sudah berupa data rekapitulasi itu bisa masuk ke dalam aplikasi. Kebetulan hadir dari ibu Hj. Mariani, SKM, Subdin Kesga sehingga dengan beliau saya bisa berdiskusi singkat tentang aplikasi KIA.

Dua hari pertemuan, sudah banyak masukkan yang didapat. Beberapa kabupaten sudah mulai kontak untuk merencanakan pelatihan Simpus di masing-masing wilayah kerjanya. Mudah-mudahan semua bisa menjadi jalan yang lebih mulus untuk lebih memperbaiki mutu informasi yang ada sekarang di Kalsel.

Hal yang mengagetkan…

Di akhir acara, hadir narasumber dari pusat, dr. Bambang. Beliau termasuk pemerhati dan perintis Simpus di Banjarmasin beberapa waktu yang lalu. Beliau diminta untuk memberikan masukan dan komentar sehubungan dengan pengembangan Simpus yang sudah dilakukan, serta memberi masukan tentang beberapa hasil diskusi kelompok yang dilakukan para peserta. Informasi yang bikin saya melongo (mohon maaf kalau salah pak…) dan trenyuh.

Pertama… Beliau sampaikan salut bahwa propinsi dan daerah masih mengembangkan Simpus, sementara beliau sampaikan, bahwa di pusat sendiri sudah tidak ada yang mengurus dan peduli dengan Simpus. Simpus tidak perlu bagi pusat. Simpus adalah kebutuhan puskesmas (ini saya cocok 100%). Depkes tidak butuh data kiriman Simpus. Saya tidak tahu apakah ini kondisi yang terjadi di bagian dr. Bambang (beliau dari Binkesmas), ataukah terjadi di wilayah Depkes. Sempat pula terbersit dalam benak saya, kalau memang gak butuh, ngapain juga milyaran digelontorkan untuk SIKNAS, memimpikan jaringan online sampai puskesmas, dan kalau tidak salah, salah satu tujuannya adalah mempercepat alur data.

Kedua… Simpus sendiri, baik SP2TP, LB1 dan lain-lain, sudah ‘ditinggalkan’ oleh pejabat di depkes. Ada saling tunjuk diantara mereka siapa yang harusnya mengelola Simpus. Data yang dikirim pun (mohon maaf nggih kalau keliru lagi…) tidak ada gunanya dikirim ke pusat, toh gak ada yang mengolah. Pusat fokus depkes adalah pada data dasar puskesmas.

hal-hal lain yang disampaikan tidak bisa saya ikuti, dua hal itu saja sudah cukup membuat saya terbengong-bengong… dan benar-benar menyesal sekali tidak ada kesempatan untuk berdiskusi lebih lanjut dengan beliau. Saya harus segera ke bandara untuk cek in. Sayang sekali beliau tidak hadir lebih awal untuk melihat dan berdiskusi bersama-sama tentang Simpus. Saya ingin sekali ngobrol banyak beliau (menurut pak Adi, staf Dinkes Propinsi, dr. Bambang ini dulu sangat konsen dengan Simpus di Banjarmasin) untuk meluruskan hal yang membuat saya takjub itu, saya berharap barangkali itu hanya awal yang mengagetkan supaya peserta tidak ngantuk untuk kemudian memberikan angin surga bagi pengembangan Simpus.

Suerrrr… saya pingin ketemu beliau…mudah-mudahan saya yang salah…