Menyusur Waduk Gajah Mungkur

Gagal touring ke Jawa Timur minggu kemarin, awal minggu ini saya mencari-cari pelampiasan nafsu semangat touring ke puskesmas yang ‘nanggung’ jaraknya dari rumah. Maklum kalau ngikuti suara hati, bisa-bisa gak ingat kalau minggu depan harus ke Pati dan Blora untuk perjalanan lain. Sebenarnya memang sudah ada beberapa daerah dan puskesmas yang jaraknya cukup jauh menjadi inceran untuk dikunjungi dalam waktu dekat.

Pilihan jalur pun jatuh ke Wonogiri, yang kebetulan masih bisa dilakoni dalam satu hari, dan juga ada puskesmas yang mengeluh data yang tidak bisa terupload dari loket ke komputer Simpus. Sudah hampir dua minggu sejak saya berjanji untuk menengok kesana.

Peta Wonogiri

Peta Wilayah Wonogiri

Senin, 18 Mei pagi, karena keenakkan tidur sehabis subuh, rencana berangkat jam 6 batal, dan akhirnya baru jam 7 Yamaha Scorpio meluncur juga ke arah Wonogiri, menyusuri jalur ‘pinggiran’ Kabupaten Klaten sebelah selatan… Baca lebih lanjut

dr. Adhi, dari Puskesmas Selogiri, Wonogiri, rajin sekali…

Utang cap stempel untuk DKK Wonogiri memaksa saya kembali ke Wonogiri. Biasa, masalah administrasi meskipun keliatannya sepele kadang bisa jadi masalah besar. Istirahat semalam setelah hari Kamis-Jumat jalan-jalan ke Grobogan dan Demak, Sabtu pagi 17 Januari 2009 saya pun berangkat lagi ke Wonogiri. Sungguh kebetulan sehari sebelum berangkat, dr. Adhi Dharma, salah satu dokter di Wonogiri menelpon untuk konfirmasi masalah Simpus KIA yang baru saja beliau coba. Kebetulan lagi sudah lama saya berniat ketemu beliau untuk belajar tentang masalah-masalah teknis non teknis yang berkaitan dengan Simpus. Sekarang, dr. Adhi adalah Kepala Puskesmas di Puskesmas Selogiri.

Puskesmas Selogiri dari depan

Puskesmas Selogiri dari depan

Letak Puskesmas Selogiri sedikit agak masuk dari jalan raya Solo-Wonogiri. Bagi anda yang kebetulan mau ke Wonogiri dari arah Solo, pasti akan menemui Kecamatan Selogiri, menjelang masuk kota Wonogiri. Di pinggir jalan terdapat bangunan mirip candi. Dari bangunan itu masuk ke arah kanan kurang lebih 500 m, anda sudah bertemu dengan bangunan puskesmas.

Pojok pelayanan informasi dan kasir di Puskesmas Selogiri

Pojok pelayanan informasi dan kasir di Puskesmas Selogiri

Saya kenal dr. Adhi Dharma beberapa tahun yang lalu, ketika beliau masih bertugas di Puskesmas Wonogiri II. Puskesmas Wonogiri II yang pertama kali mengimplementasikan Simpus di Wonogiri. Kesan pertama, saya kagum karena beliau dokter, muda, sigap, sibuk tapi sangat rajin utak atik komputer. Rasa pingin tahunya sangat besar terhadap Simpus yang saya kembangkan. Kalau tidak salah beliau sampai minta source code yang saya buat hehe. Di awal saya mengembangkan Simpus, dr. Adhi salah satu dokter yang paling banyak kontak dan bertanya tentang program aplikasi puskesmas ini. Mungkin itu salah satu akibat hobi beliau yang suka naik gunung (apa hubungannya ya ? hehe…)

Gaya dr. Adhi Dharma kalau sedang telepon hehe..

Gaya dr. Adhi Dharma kalau sedang telepon hehe..

Selain itu dari hasil buka-buka Simpus dan melihat cara implementasinya yang single user, beliau lah yang kemudian menyarankan untuk membuat Simpus Bantu alias Simpustu supaya Loket dan juga staf puskesmas lain bisa bersama-sama melakukan entry data. Dan dengan Simpustu inilah ratusan puskemas pengguna Simpus bisa ikut merasakan kemudahan implementasi Simpus(nya Jojok). Dari awal pula beliau termasuk yang ‘mengejar-ngejar‘ saya supaya mengembangkan Simpus yang online di setiap ruangan. Hal yang baru bisa saya penuhi bersama team baru Simpus beberapa bulan terakhir ini.

Saya bisa bilang beliau rajin, karena sangat membantu dalam implementasi Simpus di seluruh Kabupaten Wonogiri. Dengan inisiatif sendiri beliau sering mengundang pelatihan pengelola Simpus untuk lebih mengoptimalkan penggunaan Simpus di seluruh puskesmas. Misalnya dengan mengajari bagaimana mengeluarkan data-data penting, membuat grafik-grafik penting, menangkap tampilan untuk kemudian dijadikan profil puskesmas, bahkan sampai tahap mengkonversi data yang ada dalam Simpus untuk kemudian diolah dengan menggunakan Ms Access ataupun MS Excel. Sungguh saya merasa sangat terbantu oleh beliau. Dr. Adhi pula yang sering pula mengingatkan kalau ada beberapa bugs atau kesalahan yang muncul dari Simpus. Bahkan saking rajinnya, beliau membuat sendiri pemetaan untuk puskesmas Selogiri, tanpa perlu pesan ke programernya hehe. Dan hasilnya, jujur saja lebih enak dilihat daripada saya yang membuat. (tidak saya sarankan yang lain mengikuti yang ini…).

Contoh lain kerajinan beliau, ketika kemarin saya sowan ke puskesmas, beliau sedang asyik membuat alternatif entry data untuk modul KIA yang saya buat. Menurut pak Adhi seharusnya ada model entry data dan juga variabel-variabel yang bisa ditambahkan. Beliau mencoba membuat dengan MS Excel yang sekarang lumayan dikuasai banyak bidan desa. Dan saya pun dengan senang hati menerima masukkan baru ini. Itung-itung ada tambahan konsultan ahli, free lagi hehehe…

Di Puskesmas Selogiri, Simpus sudah berjalan dengan lancar. Petugas loket, menurut dr. Adhi, sudah sampai tahap ketergantungan terhadap Simpustu. Listrik mati dan komputer bermasalah sudah bisa membuat petugas nggedumel karena terganggu pekerjaanya. O iya, beliau juga membuat Tim Simpus tingkat puskesmas, yang bertugas mengimplementasikan dan menjalankan Simpus. Contoh format Surat Keputusan tentang Team Simpus akan saya upload kan di kotak biru sebelah kanan bawah setelah mendapat ijin dari beliau.

Loket Puskesmas Selogiri

Loket Puskesmas Selogiri

Satu hal yang berkesan buat saya. Setelah dulu saya bertemu dan ngobrol dengan beliau beberapa kali, setelah melihat etos kerja dan semangat beliau di puskesmas, entah kenapa saya sudah mempunyai keyakinan, ramalan dan feeling (niru Mamah Lorenz boleh toh hehe..untuk ramalan yang lain silahkan ketik reg mama … ) bahwa satu saat pasti beliau bakal mendapat gelar dokter teladan. Entah waktu itu saya yakin seyakin-yakinnya. Eh tak tahunya tahun kemarin benar-benar feeling saya terjadi. Beliau terpilih menjadi dokter teladan 2008 untuk Propinsi Jawa Tengah. Laptop hadiah dari Bu Menteri pun didapat. (Semoga Bu Menteri juga tahu kalau engsel laptop saya patah hehe…)

Laptop dari Bu Menteri.

Laptop dari Bu Menteri.

O iya, sekedar informasi supaya tidak salah tafsir. Beliau jadi dokter teladan bukan karena Simpus. Meskipun saya berharap hal itu diteladani oleh dokter dan kepala puskesmas yang lain (hehehe…numpang promo boleh dongggg…). Kalau tidak salah kriteria penilaian dokter teladan itu sangat banyak. Tentunya juga berdasarkan kinerja pelaksanaan program-program yang ada di puskesmas. Ada beberapa program yang telah dilakukan beliau selama menjadi Kepala Puskesmas, tapi sebenarnya akan sangat-sangat lebih tepat banget sekali, kalau beliau sendiri yang menceritakan sendiri program-program unggulan Puskesmas Selogiri melalui blog yang (sayangnya) beliau belum punya. Sayang sekali ya, Pak Dokter rajin komputer dan pinter internet yang satu ini kok ya belum punya blog… (Monggo pak, jangan ketinggalan sama dokter dan puskesmas yang lain). Laptop dari bu Menteri bisa lebih dimanfaatkan… Saya yakin seyakin-yakinnya untuk membuat blog beliau tidak perlu mengundang saya.

Cerita agak suram tentang Simpus…

Kemarin, 20 Okt 08.

Ketika sedang asyik ngobrol dengan petugas Simpus Wonogiri I, Kabupaten Wonogiri, ada panggilan masuk. Saya liat dari salah satu kepala puskesmas memanggil, langsung saya angkat. Selanjutnya ada dialog kurang lebih seperti ini :

“Lagi neng ndi kamu Jok ?” (“Lagi dimana kamu Jok”)

“Di Wonogiri bu, nengok sama upgrade Simpus.. ada apa nggih ?”

“Ini ada orang lagi mau lihat Simpus mu, terus mau ambil output-output SImpus.. ethuk ra ? (Boleh nggak)?”

saya sempat gak bisa jawab beberapa saat, bingung mau senang, bangga, sedih, atau sebel.. kemudian saya bilang
“Maaf bu sepertinya sekarang saya gak ngijinin, mosok bolak balik seperti itu terus…”

eh ibu itu terus menjawab … “Nahhhh.. mbok ya gitu dari dulu, bolak balik diliat untuk di tiru kok yo diem saja. aku sendiri sudah bilang itu orang kalau aku mau ijin kamu dulu..”

“Dari mana bu sekarang yang lihat ?”

“Dari Jakarta..”

“Dah bu minta tolong kalau memang mau lihat dan ambil output Simpus, tolong supaya menghubungi saya saja bu, masak dulu dah mroyek kayak gitu sekarang mau lagi..”

“Yo wis… sini kamu omong sendiri sama ……… ”

selanjutnya beberapa obrolan dengan staf beliau yang juga tidak mungkin saya tulis namanya disini 🙂

Bapak-bapak ibu-ibu saudara-saudara sebangsa setanah air … saya tidak tahu apakah sikap saya salah ? Dulu saya bangga dan senang orang bisa melihat kemudian ikut mengembangkan Simpus seperti yang telah saya kembangkan. Saya merasa banyak teman untuk bersama-sama mengembangkan Simpus. Saya sendiri juga sering datang ke puskesmas atau dinas kesehatan yang telah mengembangkan Simpus terlebih dahulu, untuk belajar. Tapi saya tetap tahu diri untuk tidak menjiplak total apa yang saya pelajari dari mereka.

Simpus saya sendiri masih sangat sederhana, banyak program dan programer baru dengan kemampuan di atas kebisaan saya yang (ada teman saya bilang… ) jadul. Saya senang kalau memang niatnya mengembangkan Simpus dengan niat yang benar-benar membangun sistem informasi puskesmas, bukan (maaf) sekedar mengejar spj..

Mohon masukkan setelah membaca beberapa cerita berikut.

Beberapa waktu yang lalu, dinas kesehatan tempat ibu kepala puskesmas tadi nelpon memang sempat mengadakan proyek Simpus. Tender tahu-tahu sudah jalan, pemenangnya sebuah perusahaan Teknologi Informasi lokal. Ketika Simpus mulai dijalankan, kebetulan puskesmas tempat uji coba adalah pengguna Simpus saya. Uji coba berlangsung satu tahun lebih, tanpa hasil apapun kecuali untuk beberapa bulan puskesmas bisa mengakses Internet dengan gratis.. (itu salah satu hasil yang dipahami sebagai Simpus Online oleh rekanan tadi, Simpus online internet !).

Selanjutnya tanpa ijin saya, team programer mereka datang ke puskesmas ibu tadi, kemudian melihat Simpus, mencatat menu, rekapitulasi, tampilan, dan beberapa output Simpus termasuk pemetaan.

Hasilnya ? Simpus tetap gagal..beberapa nama rekapitulasi yang saya kembangkan saya lihat telah ada juga di Simpus mereka, tapi angkanya hanya nol, nol, dan nol…

Berikutnya saya dipanggil oleh staf Dinas Kesehatan, saya diminta untuk mengganti Simpus yang gagal dengan Simpus saya, dengan bertahap, dengan atas nama proyek Simpus tersebut..

Welehhhhhh… saya pusing juga dengan permintaan beliau. Bukan hanya masalah anggaran sudah turun atau belum, tetapi saya juga takut kalau ada sesuatu dengan proyek tersebut saya ikut kena, maklum nilainya jg sudah ratusan juta. Akhirnya dengan terpaksa saya menolak, kecuali ada surat resmi bahwa saya mengelola Simpus di Kabupaten itu tanpa ada ikatan dengan proyek terdahulu.

Kabar selanjutnya memang benar-benar suram. Simpus bisa dibilang gagal total, sementara di puskesmas yang menggunakan Simpus saya meskipun tertatih-tatih masih bisa berjalan. Satu puskesmas yang berpindah ke Simpus yang baru itu pun akhirnya juga macet total.

Memang akhirnya kegagalan proyek itu sampai juga ke instansi yang bertugas mengawasi.. cuma sekali lagi, tidak ada kelanjutan ataupun tindakan yang di ambil. Seorang staf puskesmas bilang kepada saya..

“Gak bakalan ditindak mas, yang mengerjakan proyek itu adiknya kepala yang memeriksa…”

hehehe…. saya cuma senyum pahit..

Dan sekarang, saya diberi lagi kabar bahwa akan ada lagi pengembangan Simpus, kali ini dengan pengembang dari Jakarta, kota yang serba Maha itu…

Dan sekarang, saya diberi tahu bahwa ada lagi yang ingin melihat Simpus untuk dijadikan contoh Simpus yang lebih baru…beberapa kali sebelumnya dari dinas yang bersangkutan juga sudah melihat dan membawa hasil output Simpus (nya Jojok).

Kejadian itu tidak hanya satu dua kali saya alami, dan tidak di satu dua daerah. beberapa kepala puskesmas pernah menyampaikan cerita juga, ketika ada proyek pengadaan di salah satu kabupaten, ada wakil dari dinas kesehatan itu membawa serta programer mereka, kemudian mencatat dan melihat semua output Simpus.. dan mereka juga tidak ‘kulon nuwun’ pada saya..

Saya harus gimana ya ??

a. Ijinkan saja sapa tahu dapat cipratan proyek hehe…

b. Ijinkan saja sapa tahu dapat pahala

c. Ijinkan saja, toh juga pernah belajar juga di puskesmas lain

d. Tolak saja, enak disana enek disini

e. Tolak saja, biar nyari bahan sendiri

f. Ndak tahu, ndak ada untung ruginya buat saya.

Silahkan memberikan pendapat yang lain…